Kabupaten Aceh Besar
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
|
|
Koordinat : - |
|
|
|
Provinsi | Nanggroe Aceh Darussalam |
Ibu kota | Kota Jantho |
Luas | 2.686 km² |
Penduduk | |
· Jumlah | 225.948 (2000) |
· Kepadatan | 84,12 jiwa/km² |
Pembagian administratif | |
· Kecamatan | 22 |
· Desa/kelurahan | 595 |
Dasar hukum | - |
Tanggal | - |
Hari jadi | {{{hari jadi}}} |
Bupati | DR. H. Bukhari Daud, M.Ed |
Kode area telepon | 0651 |
APBD | {{{apbd}}} |
DAU | - |
Suku bangsa | {{{suku bangsa}}} |
Bahasa | {{{bahasa}}} |
Agama | {{{agama}}} |
Flora resmi | {{{flora}}} |
Fauna resmi | {{{fauna}}} |
Zona waktu | {{{zona waktu}}} |
Bandar udara | {{{bandar udara}}} |
Situs web resmi: http://www.acehbesar.go.id/ |
Kabupaten Aceh Besar terletak di ujung barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan merupakan titik awal dari Banda Aceh menuju daerah Aceh dan Sumatera lainnya. Sebelum dimekarkan di akhir tahun 70an, ibukota Aceh Besar adalah kota Banda Aceh, kemudian kota Banda Aceh berpisah menjadi kotamadya sehingga ibukota Aceh Besar pindah ke daerah Jantho di pegunungan seulawah. Kabupaten Aceh Besar juga merupakan tempat kelahiran pahlawan perjuangan nasional Cut Nyak Dhien yang berasal dari Lampadang.
Daftar isi |
[sunting] Sekilas
Pada waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan, yang dimaksud dengan Aceh atau Kerajaan Aceh adalah wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar ditambah dengan beberapa kenegerian/daerah yang telah menjadi bagian dari Kabupaten Pidie. Selain itu, juga termasuk Pulau Weh (sekarang telah menjadi pemerintah kota Sabang), sebagian wilayah pemerintah kota Banda Aceh, dan beberapa kenegerian/daerah dari wilayah Kabupaten Aceh Barat. Aceh Besar dalam istilah Aceh disebut Aceh Rayeuk. Penyebutan Aceh Rayeuk sebagai Aceh yang sebenarnya karena daerah inilah yang pada mulanya menjadi inti Kerajaan Aceh dan juga karena di situlah terletak ibukota kerjaaan yang bernama Bandar Aceh atau Bandar Aceh Darussalam. Untuk nama Aceh Rayeuk ada juga yang menamakan dengan sebutan Aceh Lhee Sagoe (Aceh Tiga Sagi).[1]
Saat ini Aceh Besar merupakan sebuah kabupaten yang terdapat di dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan ibukotanya Kota Jantho. Namun, di Kota Jantho hanya terdapat kompleks perumahan dan kantor-kantor pemerintahan, tidak ada losmen ataupun hotel. Kota Jantho dihubungkan dengan labi-labi dengan jarak 60 km dari Banda Aceh, 28 km menuju Saree, dan 12 km menuju jalan utama Banda Aceh - Medan. Kira-kira 12 km dari Kota Jantho ini terdapat air terjun.[1]
[sunting] Wilayah
Kabupaten Aceh Besar di sisi barat, timur dan utaranya dibatasi dengan Samudera Hindia, Selat Malaka dan Teluk Benggala, yang memisahkannya dengan Pulau Weh, tempat di mana kota Sabang berada.
Sedang untuk wilayah darat, Aceh Besar berbatasan dengan kota Banda Aceh di sisi utara, Kabupaten Aceh Jaya di sebelah barat daya, serta Kabupaten Pidie di sisi selatan dan tenggara.
Aceh Besar juga mempunyai wilayah kepulauan yang termasuk kecamatan Pulo Aceh, dan pernah menjadi markas besar Gerakan Aceh Merdeka. Akan tetapi pulau-pulau itu telah dibebaskan dari unsur GAM pada masa Darurat Militer. Pulau-pulau utamanya adalah:
- Pulo Breueh (atau pulau beras), dan
- Pulo Peunasoe (atau Pulau Nasi)
Bandara Sultan Iskandar Muda merupakan bandara Internasional salah satu pintu gerbang untuk masuk ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berada di wilayah kabupaten ini.
[sunting] Kecamatan-kecamatan di Aceh Besar
Aceh Besar terbagi atas kecamatan-kecamatan sebagai berikut:
- Baitussalam
- Darul Imarah
- Darul Kamal
- Darussalam
- Indrapuri
- Ingin Jaya
- Krueng Barona Jaya
- Kuta Baro
- Kuta Cot Glie
- Kota Jantho
- Kuta Malaka
- Lembah Seulawah
- Lho'Nga
- Leupung
- Lhoong
- Mesjid Raya
- Montasik
- Peukan Bada
- Pulo Aceh
- Seulimeum
- Simpang Tiga
- Suka Makmur
[sunting] Wisata
[sunting] Makanan khas
Kabupaten Aceh Besar terkenal dengan salah satu makanan khasnya, yakni Bolu manis ala Aceh yang terkonsentrasi di kecamatan Peukan Bada. Bolu ini terkenal dengan citarasanya yang khas, namun kesulitan pengembangan karena kendala dana selain kondisi yang belum sepenuhnya stabil. Selain itu ada pula gulai kambing (kari) dan ayam tangkap yang terkenal kelezatannya.
[sunting] Wisata budaya
- Museum Cut Nyak Dhien pada mulanya merupakan tempat tinggal pahlawan wanita yang bernama Cut Nyak Dhien. Di dalamnya berisi koleksi sejarah Aceh yang dikelola dan dirawat oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Hanya pondasi yang asli dari bangunan ini, sedangkan yang berdiri sekarang ini adalah hasil renovasi bangunan yang sebelumnya telah dibakar oleh Belanda.[2]
- Masjid Tua Indra Puri berlokasi sekitar 25 km ke selatan arah ke Medan dan dapat ditempuh dengan transportasi apapun. Indra Puri adalah Kerajaan Hindu dan merupakan tempat pemujaan sebelum Islam masuk. Kemudian, Sultan Iskandar Muda memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Dan setelah seluruh masyarakat memeluk Islam, tempat yang sebelumnya kuil diubah menjadi sebuah masjid. Bangunan mesjid berdiri di atas tanah seluas 33.875 m², terletak di ketinggian 4,8 meter diatas permukaan laut dan berada sekitar 150 meter dari tepi Sungai Krueng Aceh.[2]
- Benteng Indra Patra terletak ± 19 km dari Banda Aceh arah ke Krueng Raya, dekat Pantai Ujong Batee. Menurut riwayat dibangun pada masa pra Islam di Aceh yaitu di masa Kerajaan Hindu, Indra Patra. Namun ada sumber yang menyebutkan bahwa benteng ini dibangun pada masa Kesultanan Aceh Darussalam dalam upaya menahan serangan Portugis. Benteng ini sangat besar fungsinya pada jaman Sultan Iskandar Muda yang angkatan lautnya, pada waktu itu, dipimpin oleh Laksamana Malahayati.[2]
- Makam Laksamana Malahayati terletak sekitar 32 km dari Kota Banda Aceh. Ia adalah seorang laksamana wanita pertama yang memimpin armada laut pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda.[2]
- Museum Ali Hasymi merupakan kebanggaan lain kota Banda Aceh. Ali Hasymi yang mantan Gubemur Aceh dan seniman memiliki koleksi pribadi yang berharga dan menarik. Kini koleksi beliau dijadikan pajangan di museum tersebut antara lain kitab- kitab karya para ulama besar Aceh tempo dulu, keramik kuno, senjata khas Aceh, cendera mata dari berbagai pelosok dunia, dll.[2]
- Perpustakaan Kuno Tanoh Abee terdapat di Desa Tanoh Abee, di kaki Gunung Seulawah, Aceh Besar. Perpustakaan Tanoh Abee terletak di dalam kompleks Pesantren Tanoh Abee yang didirikan oleh keluarga Fairus yang mencapai klimaks kejayaannya pada masa pimpinan Syekh Abdul Wahab yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee. Beliau meninggal pada tahun 1894 dan dimakamkan di Tanoh Abee. Pengumpukan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda.[2]
[sunting] Referensi
[sunting] Sumber
[sunting] Lihat pula
[sunting] Pranala luar
Kabupaten Aceh Besar, Nanggröe Aceh Darussalam |
|
---|---|
Kecamatan: Baitussalam | Darul Imarah | Darul Kamal | Darussalam | Indrapuri | Ingin Jaya | Kota Jantho | Krueng Barona Jaya | Kuta Baro | Kuta Cot Glie | Kuta Malaka | Lembah Seulawah | Leupung | Lho'nga | Lhoong | Mesjid Raya | Montasik | Peukan Bada | Pulo Aceh | Seulimeum | Simpang Tiga | Suka Makmur |
|
|
---|---|
Kabupaten: Aceh Barat | Aceh Barat Daya | Aceh Besar | Aceh Jaya | Aceh Selatan | Aceh Singkil | Aceh Tamiang | Aceh Tengah | Aceh Tenggara | Aceh Timur | Aceh Utara | Bener Meriah | Bireuen | Gayo Lues | Nagan Raya | Pidie | Pidie Jaya | Simeulue |
|
Lihat pula: Daftar kabupaten dan kota di Indonesia |