ebooksgratis.com

See also ebooksgratis.com: no banners, no cookies, totally FREE.

CLASSICISTRANIERI HOME PAGE - YOUTUBE CHANNEL
Privacy Policy Cookie Policy Terms and Conditions
Karna - Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

Karna

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Karna
Pada perang Bharatayuddha, karena kutukan yang dialaminya, kereta Karna terperosok sehingga ia lengah dan terbunuh oleh Arjuna
Pada perang Bharatayuddha, karena kutukan yang dialaminya, kereta Karna terperosok sehingga ia lengah dan terbunuh oleh Arjuna
Dewanagari: कर्ण
Ejaan Sanskerta: Karṇ(nn)a
Nama lain: Karnan, Radheya,
Aradhea, Vasusena,
Vrisha, Suryaputra
Asal: Kerajaan Angga
Senjata: Panah Kunta

Karna (Sansekerta: कर्ण; Karṇa) adalah raja Kerajaan Angga yang menjadi salah satu tokoh antagonis dalam kisah Mahabharata.

Dalam pewayangan versi Jawa, tokoh Karna disebut dengan gelar Adipati Karna Basusena, sedangkan kerajaannya disebut Awangga (Bahasa Jawa: Ngawangga).

Daftar isi

[sunting] Arti Nama

Secara harfiah, nama Karna dalam bahasa Sanskerta bermakna telinga. Sedangkan makna yang tersirat, istilah Karna juga bisa berarti "terampil" atau "pandai".

Pendapat umum mengatakan bahwa asal-usul nama Karna dipakai karena ia lahir melalui telinga. Namun, anggapan ini tidak selamanya benar karena beberapa versi menyebut bahwa Karna lahir normal, dan keperawanan ibunya (Kunti) kembali lagi setelah melahirkan.

[sunting] Kelahiran

Dikisahkan, Kunti sewaktu masih gadis pernah menjamu kedatangan Resi Durwasa sewaktu mengunjungi negeri ayahnya. Atas jamuannya itu, Kunti pun dianugerahi Durwasa sebuah ilmu kesaktian bernama Adityahredaya, yaitu mantra pemanggil dewa.

Pada suatu pagi ketika matahari terbit, Kunti mencoba membaca mantra Adityahredaya. Dewa Surya sang penguasa matahari pun datang dan menanyakan apa keinginannya. Kunti menjawab bahwa ia hanya ingin mencoba keampuhan Adityahredaya. Ia kemudian mempersilakan Surya supaya kembali ke kahyangan begitu saja.

Surya menolak kembali karena mantra Adityahredaya juga berfungsi untuk meminta anak dari dewa yang telah dipanggil. Kunti yang tidak mengetahui hal itu sangat terkejut. Ia tidak ingin menikah di usia muda. Akhirnya, Surya pun berjanji bahwa kelak setelah Kunti melahirkan puteranya, keperawanannya akan dikembalikan lagi.

Kemudian Surya pun memberikan anugerah dengan cara bersabda kepada Kunti, sehingga gadis itu pun mengandung. Setelah itu, barulah Surya kembali ke asalnya. Beberapa lama kemudian, Kunti pun melahirkan seorang putra, yaitu Karna.

Tanda-tanda bahwa kelak Karna akan menjadi ksatria besar sudah terlihat dari bentuk fisiknya. Sejak lahir, Karna sudah memakai sepasang anting, pakaian perang, lengkap dengan seuntai kalung indah terpasang di lehernya. Karena tidak ingin menimbulkan desas-desus, Kunti pun memasukkan bayinya itu ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di sungai Aswa.

Bayi Karna kemudian dipungut oleh seorang kusir kerajaan Hastinapura yang bernama Adiratha. Melihat pakaian perang yang dikenakan bayi itu, Adiratha pun memberinya nama Basusena. Sejak saat itu, Karna menjadi anak angkat Adiratha, sehingga ia pun dijuluki Sutaputra yang bermakna "anak kusir". Selain itu, ia juga dikenal dengan nama Radheya, yang bermakna "anak Radha". Adapun Radha adalah nama istri Adiratha.

[sunting] Bakat Memanah

Karna tumbuh sebagai remaja tangguh yang bercita-cita menjadi pemanah, bukan kusir. Adiratha mencoba mendaftarkannya ke dalam perguruan Resi Drona. Namun Drona menolak karena perguruannya hanya mendidik para pangeran atau kaum ksatriya.

Penolakan tersebut tidak menyurutkan cita-cita Karna. Ia diam-diam sering mengintai perguruan Drona sewaktu Pandawa dan Korawa menjalani pendidikan ilmu berperang. Dengan cara itu, Karna secara tidak langsung berguru kepada Drona.

[sunting] Menjadi Raja Angga

Ketika tiba waktunya, Drona memamerkan hasil pendidikan Pandawa dan Korawa di hadapan para bangsawan dan rakyat Hastinapura. Setelah melewati berbagai babak, akhirnya Arjuna pun diumumkan sebagai murid terbaik Drona, terutama dalam bidang ilmu memanah (Danurweda).

Tiba-tiba Karna muncul di tengah arena dan menantang Arjuna. Ia memamerkan keterampilannya sehingga membuat semua orang, terutama para Korawa tercengang kagum. Krepa (pendeta istana) meminta Karna menjelaskan asal-usulnya karena untuk menghadapi Arjuna dalam arena tersebut harus orang yang sederajat. Mendengar pertanyaan itu, Karna pun tertunduk malu dan tidak berani manjawab.

Duryodhana sang pemimpin Korawa maju membela Karna. Menurutnya, keberanian tidak harus dimiliki oleh kaum ksatriya saja. Ia pun mendesak ayahnya (Dretarastra raja Hastinapura) supaya mengangkat Karna sebagai raja bawahan di Angga. Dretarastra yang lemah tidak mampu menolak permintaan putra sulungnya itu.

Maka, Karna pun resmi menjadi raja Angga. Adiratha muncul bersuka cita menyambut penobatannya. Semua orang akhirnya tahu kalau Karna adalah anak Adiratha. Melihat hal itu, Bimasena pun mengejeknya sebagai anak kusir sehingga tidak pantas bertanding dengan Arjuna. Sekali lagi Duryodhana tampil membela Karna.

Senja pun tiba. Dretarastra membubarkan acara tersebut sehingga pertandingan Karna dan Arjuna pun tertunda. Sejak saat itu dimulailah persahabatan antara Karna dengan para Korawa, terutama Duryodhana.

[sunting] Tiga Kutukan

Karna kemudian bertemu Parasurama yang dulu pernah mengajar Drona. Parasurama adalah seorang brahmana yang sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman Treta Yuga (zaman Ramayana) sampai zaman Dwapara Yuga (zaman Mahabharata). Parasurama memiliki pengalaman yang buruk dengan kasta ksatriya, sehingga ia pun enggan untuk mengajar kaum tersebut. Karna yang sebenarnya seorang ksatriya, menyamar sebagai brahmana muda agar bisa mendapat pendidikan dari Parasurama.

Sejak saat itu Karna menjadi murid Parasurama. Pada suatu hari, saat Parasurama ingin beristirahat, Karna menyediakan pangkuannya sebagai bantal sang guru. Tiba-tiba datang seekor serangga menggigit paha Karna. Demi menjaga tidur Parasurama, Karna membiarkan pahanya berdarah sedangkan ia tidak bergerak sedikit pun.

Ketika Parasurama terbangun dari tidurnya, ia terkejut melihat kaki Karna telah berlumuran darah. Kemampuan Karna menahan rasa sakit telah menyadarkan Parasurama bahwa muridnya itu bukan brahmana biasa, melainkan seorang ksatriya asli.

Merasa telah ditipu, Parasurama pun mengutuk Karna. Kelak, pada saat pertarungan antara hidup dan mati melawan seorang musuh terberat, Karna akan lupa terhadap semua ilmu yang telah diajarkan Parasurama.

Setelah menerima kutukan tersebut, Karna dengan sedih meninggalkan asrama Parasurama. Setelah berjalan tanpa tujuan, ia pun duduk di tepi pantai untuk beberapa waktu yang lama. Ketika ia beranjak dari tempat tersebut, muncul seekor hewan yang melaju dengan cepat. Karena mengira bahwa hewan tersebut seekor rusa, Karna pun melepaskan anak panah membunuh hewan tersebut.

Setelah melihat dari dekat, barulah Karna sadar kalau hewan yang dibunuhnya bukan rusa, melainkan sapi milik seorang brahmana. Karna pun pergi menemui si pemilik untuk meminta maaf atas kecerobohannya, tetapi brahmana itu terlanjur marah. Karna pun dikutuk kelak akan mengalami kematian saat sedang lengah karena ia telah membunuh sapi brahmana itu yang juga dalam keadaan lengah.

Versi lain mengisahkan, Karna mengendarai sendiri keretanya dan melaju kencang hingga menewaskan seekor sapi yang sedang menyeberang jalan. Brahmana pemilik sapi marah dan mengutuk kelak roda kereta Karna akan terbenam dalam lumpur ketika bertarung melawan musuh terberatnya.

[sunting] Penolakan Dropadi

Dropadi adalah putri Drupada raja Pancala. Kecantikannya membuat banyak raja dan pangeran berebut ingin memperistri, termasuk Duryodhana pemimpin Korawa. Namun, Drupada telah mengumumkan sayembara memanah mata ikan untuk siapa saja yang ingin menikahi putrinya.

Sebuah boneka ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, sedangkan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan benda tersebut. Para peserta sayembara harus dapat memanah mata boneka ikan tersebut melalui bayangan dalam kolam. Namun tidak ada seorang pun yang mampu mengangkat busur berat pusaka Pancala, apalagi memanah sasaran sulit tersebut.

Karna maju mewakili Duryodhana setelah sahabatnya itu mengalami kegagalan. Dengan merendahkan diri, ia berhasil mengangkat busur pusaka dan siap memanah sasaran sayembara. Dropadi menolak Karna jika sampai ia berhasil memenangkan sayembara. Dropadi mengumumkan hanya mau dinikahi para ksatriya, bukan kaum lainnya. Dalam hal ini Dropadi menganggap Karna dari golongan sudra.

Karna marah dan menuduh Dropadi bersikap sombong. Ia mengumumkan kalau sayembara memanah itu sangat sulit dan hanya dirinya saja yang mampu memenangkannya. Namun karena ditolak, Karna yakin tidak ada lagi ksatriya yang mampu sehingga Dropadi dapat dipastikan menjadi perawan tua.

Ucapan Karna membuat Drupada cemas. Ia pun membuka pendaftaran baru untuk siapa saja yang ingin menikahi Dropadi tanpa harus dari kasta ksatriya. Arjuna yang sedang dalam penyamaran sebagai brahmana maju mendaftarkan diri. Sayembara pun akhirnya berhasil dimenangkannya.

[sunting] Pembalasan untuk Dropadi

Arjuna membawa Dropadi menemui keluarganya. Ia memperkenalkan sang putri kepada ibunya (Kunti) sebagai hadiah terbaik yang pernah ia bawa. Tanpa melihat yang sebenarnya, Kunti langsung memutuskan supaya hadiah tersebut dibagi berlima untuk para Pandawa. Akibatnya, Dropadi pun menjadi istri Pandawa Lima demi menjalankan ucapan seorang ibu.

Tahun demi tahun berlalu. Pandawa membangun kerajaan indah bernama Indraprasta yang membuat para Korawa merasa iri. Dengan muslihat licik melalui permainan dadu, Korawa dipimpin Duryodhana berhasil merebut Indraprasta dari tangan Pandawa, termasuk memperbudak kelima bersaudara itu.

Puncak permainan dadu, Yudhisthira mempertaruhkan Dropadi. Dropadi pun jatuh pula ke tangan Korawa. Duryodhana menyuruh Duhssasana (adiknya) pergi menyeret Dropadi dari kamarnya. Dropadi dijambak Duhssasana diseret ke hadapan Pandawa dan Korawa. Duryodhana menyuruh agar Dropadi ditelanjangi. Apalagi Karna yang masih menyimpan dendam mengumumkan bahwa seorang Dropadi yang bersuami lima tidak pantas disebut sebagai seorang istri, melainkan pelacur.

Mendengar penghinaan Karna, Arjuna bersumpah kelak akan membunuhnya. Keadaan semakin panas. Duhssasana segera menjalankan perintah menelanjangi Dropadi. Namun berkat pertolongan rahasia dari Krishna, Dropadi pun selamat.

[sunting] Pertukaran Pusaka

Karna merupakan kekuatan utama pendukung Korawa. Ia banyak melakukan penaklukkan terhadap negeri-negeri yang menolak mengakui kedaulatan Duryodhana. Berkat kesaktiannya, wilayah Hastinapura semakin luas dan bertambah kaya jajahan.

Dewa Indra merasa ngeri membayangkan jika Arjuna sampai kalah melawan Karna. Ia pun merencanakan tipu muslihat untuk merebut pusaka Karna sejak bayi, antara lain baju perang, kalung, dan sepasang anting.

Dewa Surya yang mendengar rencana tersebut segera memberi tahu Karna bahwa Indra akan datang menyamar sebagai pendeta tua yang akan meminta semua pusaka Karna. Mendengar hal itu, Karna tidak khawatir dan tetap menjalani hidup sebagai biasa, yaitu sebagai seorang dermawan.

Pendeta samaran Indra pun muncul di hadapan Karna meminta semua pakaian pusakanya. Karna yang telah bersumpah menjalani hidup sebagai dermawan segera melepas baju perangnya menggunakan pisau karena telah melekat di kulitnya sejak bayi. Kalung dan anting juga ia berikan.

Indra merasa terharu. Demi ingin melihat Arjuna menang, ia telah berbuat tidak adil terhadap Karna. Indra pun melepas samarannya dan memberinya pusaka baru berupa Konta (yang bermakna tombak). Namun, pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja. Karna berterima kasih dan menyediakan Konta untuk menghadapi Arjuna kelak.

[sunting] Terbukanya Jati Diri

Setelah masa pembuangan berakhir sebagai hukuman atas kekalahan judi dadu, para Pandawa pun muncul kembali untuk mendapatkan hak mereka atas kerajaan Indraprasta. Pihak Korawa menolak dan memaksa Pandawa merebutnya dengan jalan perang.

Krishna berangkat sebagai duta perdamaian yang dikirim Pandawa menuju Hastinapura. Dalam kesempatan itu, Krishna mengajak Karna berbicara empat mata. Ia menjelaskan bahwa para Pandawa sebenarnya adik seibu Karna. Apabila Karna bergabung dengan Pandawa, maka Yudhisthira pasti akan merelakan takhta Hastinapura untuknya.

Karna sangat terkejut dan bimbang, Namun ia akhirnya tetap pada pendiriannya untuk membela Korawa. Ia tidak mau meninggalkan Duryodhana yang telah memberinya kedudukan, harga diri, dan perlindungan saat dihina para Pandawa dahulu. Rayuan Krishna tidak mampu meluluhkan sumpah setia Karna terhadap Duryodhana yang dianggapnya sebagai saudara sejati.

[sunting] Sumpah di Hadapan Kunti

Kunti pertama kali menyadari bahwa Karna adalah putra sulungnya adalah ketika kemunculannya saat menantang Arjuna di tengah arena yang diselenggarakan Drona. Melihat kedua putranya bermusuhan, ia pun jatuh pingsan.

Rahasia tersebut disimpan Kunti selama bertahun-tahun sampai akhirnya dibuka oleh Krishna. Kunti kemudian mendatangi Karna ketika sedang bersembahyang sendirian di tepi sungai. Ia merayu Karna supaya mau memanggilnya "ibu" dan sudi bergabung dengan para Pandawa.

Karna kembali menolak. Ia sangat menyesalkan mengapa Kunti dulu membuangnya sehingga kini ia harus berhadapan dengan adik-adiknya sendiri sebagai musuh. Ia tetap menganggap bahwa ibu sejatinya adalah Radha istri Adiratha yang telah mengasuhnya sejak bayi.

Meskipun demikian, Karna tetap menghibur kekcewaan Kunti. Ia bersumpah jika kelak pecah perang Bharatayuddha, ia tidak akan membunuh para Pandawa, kecuali Arjuna.

[sunting] Awal Bharatayuddha

Perang Bharatayuddha akhirnya meletus. Pihak Korawa menunjuk Bhisma sebagai panglima mereka. Terjadi pertengkaran di mana Bhisma menolak Karna berada dalam pasukannya, dengan alasan Karna terlalu sombong dan meremehkan kekuatan Pandawa. Sebaliknya, Karna pun bersumpah tidak sudi maju perang apabila pasukan Korawa masih dipimpin Bhisma.

Bhisma akhirnya roboh pada hari kesepuluh. Sesepuh Hastinapura itu berbaring di atas ratusan panah yang menembus tubuhnya. Karna muncul melupakan semua dendam untuk menyampaikan rasa keprihatinannya. Bhisma mengaku bahwa ia hanya pura-pura mengusir Karna dari dalam pasukan supaya perang saudara melawan Pandawa dapat dihindari.

[sunting] Membunuh Ghatotkaca

Karna yang baru tampil pada hari ke-11 segera membangkitkan semangat para Korawa. Namun, ia menolak ditunjuk sebagai panglima dan memilih Drona sebagai pengganti Bhisma. Alasannya ialah, Drona adalah guru dari sekian banyak sekutu Korawa sehingga perintahnya pasti banyak dipatuhi.

Pada hari ke-14 malam, perang tetap terjadi sehingga melanggar aturan yang telah disepakati. Duryodhana menderita luka parah saat menghadapi Ghatotkaca putra Bhimasena. Ia pun mendesak Karna supaya menggunakan pusaka Konta untuk membunuh Ghatotkaca. Karena desakan tersebut, Karna pun melepaskan Konta dan menewaskan Ghatotkaca.

Sesuai perjanjian, pusaka Konta pun musnah dalam sekali penggunaan. Krishna selaku penasihat Pandawa merasa senang karena dengan demikian, nyawa Arjuna terselamatkan.

[sunting] Kematian

Drona terbunuh pada hari ke-15. Karna ditunjuk Duryodhana menggantikan sebagai panglima Korawa. Pada hari ke-16 ia berhasil mengalahkan Yuudhisthira, Bhimasena, Nakula, dan Sahadewa, namun tidak sampai membunuh mereka sesuai janji di hadapan Kunti dulu.

Pada hari ke-17 terjadi perang tanding seru melawan Arjuna. Karna naik kereta dengan Salya sebagai kusir, menghadapi Arjuna yang dikusiri Krishna. Setelah melewati waktu cukup lama, akhirnya roda kereta Karna pun terperosok ke dalam lumpur.

Karna turun ke tanah untuk mendorong keretanya. Arjuna membidiknya namun dalam keadaan ragu. Krishna mendesak agar Arjuna segera membunuh Karna karena ini adalah satu-satunya kesempatan. Akhirnya panah Arjuna pun lepas dan memenggal leher Karna.

Karna akhirnya mati dalam keadaan lengah tanpa pusaka. Ditinjau secara hukum, Arjuna telah berlaku curang atas kematian Karna. Namun jika ditinjau berdasarkan sejarah, Karna lebih banyak berbuat kejam terhadap Pandawa.

[sunting] Karna dalam pewayangan Jawa

Adipati Karna dalam versi pewayangan Jawa
Adipati Karna dalam versi pewayangan Jawa

Karna dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.

[sunting] Kelahiran

Ibu dari Karna dan Panca Pandawa yaitu Kunti, pernah mencoba sebuah aji pada masa kecilnya untuk memanggil seorang Dewa. Yang dipanggilnya adalah Dewa Matahari (Surya) dan beliau membuatnya hamil. Puteranya akan keluar dari telinga untuk menjaga keperawanan Kunti, maka dinamakannya Karna. Nama-nama Karna lainnya berhubungan dengan statusnya sebagai putera Dewa Matahari, yaitu Arkasuta, Suryatmaja dan lain sebagainya.

Oleh ibunya, Karna dihanyutkan di sungai sampai ia ditemukan oleh Adirata (seorang kusir Hastinapura) dan diangkat anak, Oleh Adirata, Karna kemudian diberi nama Aradea. Nama itu digunakan Karna sampai dewasa, hingga ia mengetahui identitas diri yang sesungguhnya.

Meskipun Karna masih saudara seibu dengan Yudistira, Werkodara (Bima), dan Arjuna, tetapi para Karna tetap berperang untuk Kurawa dalam Bharatayuddha.

[sunting] Kemahiran

Karna sangat mahir menggunakan senjata panah. Kesaktiannya setara dengan Arjuna. Ia mempunyai panah andalan bernama Kuntawijayadanu. Suatu ketika, ketika terjadi uji tanding antara Korawa dengan Pandawa sebagi murid-murid Drona, Karna berhasil menandingi kesaktian Arjuna. Namun karena Karna bukan raja atau anak raja maka beliau diusir dari arena. Karena mengetahui kesaktiannya, maka Duryodana, ketua para Korawa mengangkatnya menjadi Raja Awangga. Sejak itu Karna bersumpah setia kepada Duryodana.

Senjata andalannya, yaitu panah Kunta adalah pemberian Batara Narada sebab beliau mengira bahwa Karna adalah Arjuna karena kemiripannya. Panah tersebut adalah senjata yang paling ampuh, bahkan melebihi Cakra milik Prabu Kresna dan panah Pasupati Arjuna, namun untungnya hanya sekali pakai. Sarung dari panah tersebut direbut oleh Arjuna dari Karna yang masih bernama Suryatmaja (waktu muda) setelah Narada sadar bahwa dia keliru dan memberitahukan ke Arjuna bahwa senjata itu drebut oleh Karna. Sarung dari Kunta tersebut kemudian dipakai untuk memutus tali pusar bayi Tetuka alias Gatotkaca.

[sunting] Kesaktian

Karna dilahirkan memakai anting-anting dan baju kebal pemberian ayahnya (Batara Surya). Kunti, ibunya, mengenal dirinya saat adu ketrampilan murid-murid Dorna karena melihat anting-anting tersebut. Selama memakai kedua benda ini Karna tidak akan mati oleh senjata apapun. Hal ini diketahui oleh Batara Indra yang sangat menyayangi Arjuna. Oleh karena itu beliau meminta benda tersebut dengan menyamar sebagai seorang pengemis. Batara Surya mendahuluinya dengan menemui Karna terlebih dulu dan memperingatkan Karna. Tapi Karna menganggap mati dalam perang tanding lebih terhormat daripada panjang umur. Batara Surya kemudian menyarankan Karna untuk meminta senjata ampuh sebagai kompensasi atas kedua benda tersebut. Hal ini disanggupi Karna. Ketika pengemis itu datang, Karna langsung mengenalinya dan memberi hormat dan pengemis itu berubah kembali menjadi Batara Indra. Sebagai kompensasi, Batara Indra memberi senjata Kunta kepada Karna.

[sunting] Lihat pula


Wiracarita Mahabharata oleh Krishna Dwaipayana Wyasa
Para tokoh
Dinasti Kuru Tokoh lain
Santanu | Gangga | Bisma | Satyawati | Citrānggada | Wicitrawirya | Ambika | Ambalika | Widura | Dretarastra | Gandari | Sangkuni | Subadra | Pandu | Kunti | Madri | Yudistira | Bima | Arjuna | Nakula | Sahadewa | Duryodana | Dursasana | Yuyutsu | Dursala | Drupadi | Hidimbi | Gatotkaca | Ahilawati | Utara | Ulupi | Citrānggadā Amba | Barbarika | Babruwahana | Irawan | Abimanyu | Parikesit | Wirata | Kicaka | Krepa | Drona | Aswatama | Ekalawya | Kertawarma | Jarasanda | Satyaki | Mayasura | Durwasa | Sanjaya | Janamejaya | Resi Byasa | Karna | Jayadrata | Kresna | Baladewa | Drupada | Hidimba | Drestadyumna | Burisrawa | Salya | Adirata | Srikandi | Radha
Topik terkait
Pandawa | Korawa | Hastinapura | Indraprastha | Kerajaan dalam Mahabharata |
Perang di Kurukshetra | Bhagawadgita | Kerajaan Kuru | Silsilah Pandawa dan Korawa


aa - ab - af - ak - als - am - an - ang - ar - arc - as - ast - av - ay - az - ba - bar - bat_smg - bcl - be - be_x_old - bg - bh - bi - bm - bn - bo - bpy - br - bs - bug - bxr - ca - cbk_zam - cdo - ce - ceb - ch - cho - chr - chy - co - cr - crh - cs - csb - cu - cv - cy - da - de - diq - dsb - dv - dz - ee - el - eml - en - eo - es - et - eu - ext - fa - ff - fi - fiu_vro - fj - fo - fr - frp - fur - fy - ga - gan - gd - gl - glk - gn - got - gu - gv - ha - hak - haw - he - hi - hif - ho - hr - hsb - ht - hu - hy - hz - ia - id - ie - ig - ii - ik - ilo - io - is - it - iu - ja - jbo - jv - ka - kaa - kab - kg - ki - kj - kk - kl - km - kn - ko - kr - ks - ksh - ku - kv - kw - ky - la - lad - lb - lbe - lg - li - lij - lmo - ln - lo - lt - lv - map_bms - mdf - mg - mh - mi - mk - ml - mn - mo - mr - mt - mus - my - myv - mzn - na - nah - nap - nds - nds_nl - ne - new - ng - nl - nn - no - nov - nrm - nv - ny - oc - om - or - os - pa - pag - pam - pap - pdc - pi - pih - pl - pms - ps - pt - qu - quality - rm - rmy - rn - ro - roa_rup - roa_tara - ru - rw - sa - sah - sc - scn - sco - sd - se - sg - sh - si - simple - sk - sl - sm - sn - so - sr - srn - ss - st - stq - su - sv - sw - szl - ta - te - tet - tg - th - ti - tk - tl - tlh - tn - to - tpi - tr - ts - tt - tum - tw - ty - udm - ug - uk - ur - uz - ve - vec - vi - vls - vo - wa - war - wo - wuu - xal - xh - yi - yo - za - zea - zh - zh_classical - zh_min_nan - zh_yue - zu -