Pulau Bangka
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Pulau Bangka adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Sumatra, Indonesia. Populasinya pada 2004 berjumlah 789.809 jiwa. Luas pulau Bangka ialah 11.693.54 km².
Bangka menurut bahasa sehari-hari masyarakat Bangka mengandung arti "sudah tua" atau "sangat tua", sehingga pulau Bangka dapat diartikan sebagai "pulau yang sudah tua". Berdasarkan kandungan bahan galian yang didapat di daerah ini, pulau Bangka banyak mengandung bahan bahan galian mineral yang tentunya terjadi dari prosess alam yang berlaku berjuta juta tahun. Misalkan Timah yang ada dibangka, sehingga masyarakat menyebutnya dengan sebutan pulau bangka.
Kata bangka dapat juga berasal dari kata wangka yang artinya timah. Karena di daerah ini ditemukan bahan galian timah maka disebut Pulau Timah. Karena pergeseran atau bunyi bahasa yang berubah maka masyarakat lebih lekat memanggil Pulau ini dengan kata Pulau Bangka atau pulau bertimah. Menurut cerita rakyat Pulau bangka tidak ada penduduk asli semua adalah pendatang dari suku yang diberi nama suku sekak. Masyarakatnya masih menganut animisme. Kemudian masuk bangsa melayu dari daratan malaka dengan membawa agama islam yang kemudian berkembang samapai sekarang.
No | Kabupaten/kota | Ibu kota | Luas wilayah | Kecamatan | Desa | Kelurahan | Penduduk |
1 | Bangka | Sungailiat | 2,950.68 | 8 | 60 | 9 | 231,793 |
2 | Bangka Barat | Mentok | 2,890.61 | 5 | 53 | 4 | 140,323 |
3 | Bangka Tengah | Koba | 2,155.77 | 4 | 39 | 1 | 129,469 |
4 | Bangka Selatan | Toboali | 3,607.08 | 5 | 45 | 3 | 147,039 |
5 | Pangkal Pinang | Pangkapinang | 89.40 | 5 | 35 | 147,039 | |
Total | 5 | 11,693.54 | 27 | 197 | 52 | 789,809 |
Data BPS Propinsi Bangka-Belitung 2004
Daftar isi |
[sunting] Kondisi geografis
Letak Geografis
Pulau Bangka terletak di sebelah pesisir Timur Sumatra Selatan, berbatasan dengan Laut China Selatan di sebelah utara, Pulau Belitung di timur dan Laut Jawa di sebelah selatan yaitu 1°20’-3°7 Lintang Selatan dan 105° - 107° Bujur Timur memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang ± 180 km. Pulau ini terdiri dari rawa-rawa, daratan rendah, bukit-bukit dan puncak bukit terdapat hutan lebat, sedangkan pada daerah rawa terdapat hutan bakau. Rawa daratan pulau Bangka tidak begitu berbeda dengan rawa di pulau Sumatera, sedangkan keistimewaan pantainya dibandingkan dengan daerah lain adalah pantainya yang landai berpasir putih dengan dihiasi hamparan batu granit.
Kabupaten Bangka mempunyai luas wilayah ± 2.950,68 km², dengan jumlah penduduk tahun 2003 sebanyak 217.545 jiwa. Batas wilayah Kabupaten Bangka adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Laut Natuna
- Sebelah Timur : Laut Natuna
- Sebelah Selatan : Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka Tengah
- Sebelah Barat : Kab. Bangka Barat, Selat Bangka dan Teluk Kelabat
Iklim dan Cuaca
Iklim Pulau Bangka adalah tropis Type A dan musin hujan terjadi pada bulan Juni – Desember. Rata-rata curah hujan dalam satu tahun = 220 hari atau 343,7 mm perbulan. Suhu udara rata-rata 26°C – 28,1°C dengan kelembaban udara sekitar 76-88.
Curah Hujan
Menurut data Meteorologi Pangkalpinang pada tahun 1998, iklim di Kabupaten Bangka adalah iklim tropis tipe A dengan curah hujan 107,6 hingga 343,7 mm per bulan. Kemudian menurut Schmidt-Ferguson, pada tahun 1999 variasi curah hujan menjadi antara 70,10 hingga 384,50 mm per bulan. Dengan musim hujan rata-rata terjadi pada bulan Oktober sampai April. Musim penghujan dan kemarau di Kabupaten Bangka juga dipengaruhi oleh dua musim angin, yaitu muson barat dan muson tenggara. Angin Muson barat yang basah pada bulan Nopember, Desember dan Januari banyak mempengaruhi bagian utara Pulau Bangka. Sedangkan, angin muson tenggara yang datang dari laut jawa mempengaruhi cuaca di bagian selatan Pulau Bangka. Jumlah curah hujan, hari hujan, arah angin dan kecepatan angin rat-rata setiap bulannya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
[sunting] Demografi
Kependudukan
Hingga tahun 2003 jumlah penduduk di Kabupaten Bangka berjumlah 217.545 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 107.213 (49,28%) dan perempuan 110.337 jiwa (50,72%) dengan kepadatan rata-rata 74 jiwa/km2. Konsentrasi penduduk terpadat berada di wilayah kecamatan Sungailiat (379,13 jiwa/km2) yang juga merupakan ibukota Kabupaten Bangka sedangkan yang terendah di Kecamatan Bakam (30,81 jiwa/km2).
Kecamatan | LuasDaerah(km²) | Laki-laki(jiwa) | Perempuan (jiwa) |
Jumlah (jiwa) |
Kepadatan (jiwa/km²) |
---|---|---|---|---|---|
Sungailiat | 146,38 | 28.780 | 26.710 | 55.490 | 379,13 |
Bakam | 488,10 | 7.117 | 7.921 | 15.038 | 30,81 |
Pemali | 127,87 | 8.520 | 8.637 | 17.157 | 134,18 |
Merawang | 164,40 | 12.017 | 12.967 | 24.984 | 151,97 |
PudingBesar | 383,29 | 6.811 | 6.506 | 13.317 | 34,74 |
MendoBarat | 570,46 | 14.575 | 18.958 | 33.533 | 58,78 |
Belinyu | 546,50 | 19.678 | 19.003 | 38.681 | 70,78 |
RiauSilip | 523,68 | 9.715 | 9.630 | 19.345 | 36,94 |
Jumlah | 2.950,68 | 107.213 | 110.332 | 217.545 | 74 |
[sunting] Ekonomi
Sejak 1710, Bangka merupakan salah satu wilayah penghasil timah di dunia. Proses produksi timah dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Lada, merica, karet, dan kelapa sawit juga dihasilkan di pulau Bangka.
[sunting] Sejarah
Sultan Palembang menyerahkan wilayah Bangka ke tangan Inggris pada 1812. Pada 1814, pulau ini dibarter dengan Cochin di India yang tadinya milik Belanda. Jepang menguasai pulau ini dari 1942 hingga 1945. Ia menjadi bagian dari Indonesia pada 1949. Pulau Bangka bersama dengan pulau Belitung tadinya merupakan bagian dari provinsi Sumatra Selatan hingga tahun 2000 ketika kedua pulau disahkan menjadi sebuah provinsi baru bernama Kepulauan Bangka Belitung.
[sunting] Sriwijaya
Sejarah mengungkapkan bahwa Pulau Bangka pernah dihuni oleh orang-orang Hindu dalam abad ke-7. pada masa Kerajaan Sriwijaya pula Bangka termasuk pula sebagai daerah yang takluk dari kerajaan yang besar itu. Demikian pula kerajaan Majapahit dan Mataram tercatat pula sebagai kerajaan-kerajaan yang pernah menguasai Pulau Bangka.
Namun pada masa itu pulau Bangka baru sedikit mendapat perhatian, meskipun letaknya yang strategis ditengah-tengah alur lalu lintas setelah orang-orang daratan Asia maupun Eropa berlomba-lomba ke Indonesia dengan ditemukannya rempah-rempah. Kurangnya perhatian menyebabkan banyaknya bajak laut yang menimbulkan penderitaan bagi penduduknya.
[sunting] Kesultanan Johor
Untuk mengatasi kekacauan yang terjadi, Sultan Johor dengan sekutunya Sutan dan Raja Alam Harimau Garang mengerahkan pasukan ke pulau ini. Setelah melakukan tugasnya dengan baik, juga mengembangkan Agama Islam ditempat kedudukannya masing-masing Kotawaringin dan Bangkakota. Namun sayangnya hal ini tidak berlangsung lama, kemudian kembali pulau Bangka menjadi sarang kaum bajak laut.
[sunting] Kesultanan Banten
Karena merasa turut dirugikan dengan dirampasnya kapal-kapalmya maka Sultan Banten mengirimkan Bupati Nusantara untuk membasmi bajak-bajak laut tersebut, kemudian Bupati Nusantara untuk beberapa lama memerintah Bangka dengan gelar Raja Muda. Diceritakan pula bahwa Panglima Banten, Ratu Bagus yang terpaksa mundur dari pertikaiannya dengan Sultan Palembang, menuju ke Bangka Kota dan wafat disana.
Setelah Bupati Nusantara wafat, kekuasaan jatuh ketangan putri tunggalnya dan karena putrinya ini dikawinkan dengan Sultan Palembang, Abdurrachman (1659-1707), dengan sendirinya pulau Bangka menjadi bagian dari Kesultanan Palembang.
[sunting] Kesultanan Palembang
Pada tahun 1707 Sultan Abdurrachman wafat, dan ia digantikan oleh putranya Ratu Muhammad Mansyur (1707-1715).
Namun Ratu Anum Kamaruddin adik kandung Ratu Muhammad Mansyur kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang, menggantikan abangnya (1715-1724), walaupun abangnya telah berpesan sebelum wafat, supaya putranya Mahmud Badaruddin menyingkir ke Johor dan Siantan, sekalipun secara formal sudah diangkat juga rakyat menjadi Sultan Palembang.
Tetapi pada tahun 1724 Mahmud Badaruddin dengan bantuan Angkatan Perang Sultan Johor merebut kembali Palembang dari pamannya.
Kekuasaan atas pulau Bangka selanjutnya diserahkan oleh Mahmud Badaruddin kepada Wan Akup, yang sejak beberapa waktu telah pindah dari Siantan ke Bangka bersama dua orang adiknya Wan Abduljabar dan Wan Serin.
[sunting] VOC
Kemudian atas dasar Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814, Belanda menerima kembali dari Inggris daerah-daerah yang pernah didudukinya ditahun 1803 termasuk beberapa daerah Kesultanan Palembang. Serah terima dilakukan antara M.H. Court (Inggris) dengan K. Heynes (Belanda) di Mentok pada tanggal 10 Desember 1816.
Kecurangan-kecurangan, pemerasan-pemerasan, pengurasan dan pengangkutan hasil Timah yang tidak menentu, yang dilakukan oleh VOC dan Inggris (EIC) akhirnya sampailah pada situasi hilangnya kesabaran rakyat. Apalagi setelah kembali kepada Belanda, yang mulai menggali timah secara besar-besaran dan sama sekali tidak memikirkan nasib pribumi. Perang gerilya yang dilakukan di Musi Rawas untuk melawan Belanda, juga telah membangkitkan semangat perlawanan rakyat di Pulau Bangka dan Belitung.
Maka pecahlah pemberontakan-pemberontakan, selama bertahun-tahun rakyat Bangka mengadakan perlawanan, berjuang mati-matian untuk mengusir Belanda dari daerahnya, dibawah pimpinan Depati Merawang, Depati Amir, Depati Bahrin, dan Tikal serta lainnya.
Kemudian istri Mahmud Badaruddin yang karena tidak serasi berdiam di Palembang diperkenankan suaminya menetap di Bangka dimana disebutkan bahwa istri Sultan Mahmud ini adalah anak dari Wan Abduljabar. Sejarah menyebutkan bahwa Wan Abduljabar adalah putra kedua dari Abdulhayat seorang kepercayaan Sultan Johor untuk pemerintahan di Siantan, Abdulhayat ini semula adalah seorang pejabat tinggi kerajaan Tiongkok bernama Lim Tau Kian, yang karena berselisih paham lalu melarikan diri ke Johor dan mendapat perlindungan dari Sultan. Ia kemudian masuk agama Islam dengan sebutan Abdulhayat, karena keahliannya diangkat oleh Sultan Johor menjadi kepala Negeri di Siantan.
[sunting] Penemuan timah
Sekitar tahun 1709 diketemukan timah, yang mula-mula digali di Sungai Olin di Kecamatan Toboali oleh orang-orang Johor atas pengalaman mereka di Semenanjung Malaka. Dengan diketemukannya timah ini, mulailah pulau Bangka disinggahi oleh segala macam perahu dari Asia maupun Eropa. Perusahaan-perusahaan penggalian timah pun semakin maju, sehingga Sultan Palembang mengirimkan orang-orangnya ke Semenanjung Negeri Tiongkok untuk mencari tenaga-tenaga ahli yang kian terasa sangat diperlukan.
Pada tahun 1717 mulai diadakan perhubungan dagang dengan VOC untuk penjualan timah. Dengan bantuan kompeni ini, Sultan Palembang berusa membasmi bajak-bajak laut dan penyelundupan-penyelundupan timah. Pada tahun 1755 pemerintah Belanda mengirimkan misi dagangnya ke Palembang yang dipimpin oleh Van Haak, yang bermaksud untuk meninjau hasil timah dan lada di Bangka. Pada sekitar tahun 1722 VOC mengadakan perjanjian yang mengikat dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin untuk membeli timah monopoli, dimana menurut laporan Van Haak perjanjian antara pemerintah Belanda dan Sultan Palembang berisi :
Sebagai akibat perjanjian inilah kemudian banyak timah hasil pulau Bangka dijual dengan cara diselundupkan.
Selanjutnya tahun 1803 pemerintah Belanda mengirimkan misi lagi yang dipimpin oleh V.D. Bogarts dan Kapten Lombart, yang bermaksud mengadakan penyelidikan dengan seksama tentang timah di Bangka.
[sunting] Jajahan Inggris
Perjanjian Tuntang pada tanggal 18 September 1811 telah membawa nasib lain bagi pulau Bangka. Pada tanggal itu ditandatanganilah akta penyerahan dari pihak Belanda kepada pihak Inggris, dimana pulau Jawa dan daerah-daerah takluknya, Timor, Makasar, dan Palembang berikut daerah-daerah takluknya menjadi jajahan Inggris.
Raffles mengirimkan utusannya ke Palembang untuk mengambil alih Loji Belanda di Sungai Aur, tetapi mereka ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II, karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapitulasi Tuntang sudah tidak ada lagi. Raffles merasa tidak senang dengan penolakan Sultan dan tetap menuntut agar Loji Sungai Aur diserahkan, juga menuntut agar Sultan menyerahkan tambang-tambang timah di pulau Bangka dan Belitung.
Pada tanggal 20 Maret 1812 Raffles mengirimkan Ekspedisi ke Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Roobert Rollo Gillespie. Namun Gillespie gagal bertemu dengan Sultan lalu Inggris mulai melaksanakan politik “Divide et Impera”nya. Gillespie mengangkat Pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II (tahun 1812).
Sebagai pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin II dibuatlah perjanjian tersendiri agar pulau Bangka dan Belitung diserahkan kepada Inggris. Dalam perjalanan pulang ke Betawi lewat Mentok oleh Gillespie, kedua pulau itu diresmikan menjadi jajahan Inggris dengan diberi nama “Duke of Island” (20 Mei 1812).